
Kakek kelahiran 31 Desember 1954 itu pertama kali melakukan pendakian pada tahun 1980. Hingga kini, 45 tahun sudah lamanya I Wayan Tegteg bersahabat dengan gunung.
Sehari-harinya, I Wayan Tegteg bekerja sebagai pemandu Gunung Agung. Dia mulai menjadi pemandu pada Maret 2000.
“Saya bekerja di Gunung Agung karena memang impitan finansial. Jadi dalam sebulan bisa dua kali naik Gunung Agung. Tapi tergantung costumer juga,” tutur Tegteg, Senin (30/6/2025) petang.
Gunung Agung dikenal sebagai gunung tertinggi di Bali. Terletak di Kabupaten Karangasem dengan ketinggian puncak sekitar 3.142 meter di atas permukaan laut (mdpl).
“Pengalaman saya sebagai guide tidak ada yang mistis. Saya hanya tahu rute naik dan turun di Gunung Agung. Kalau ada tamu (turis asing) tanya, mengapa Gunung Agung dianggap suci? Jawaban saya simple saja,” ucap dia.
Dia akan menjelaskan bahwa sebagai umat Hindu, dia meyakini adanya Tuhan (Brahman) sebagai Dewa Pencipta atau Brahma, Pemelihara atau Wisnu, dan Pelebur atau Ciwa, bersemayam di Gunung Agung.
Selain itu, Tegteg mengaku tidak tahu persis apa sesungguhnya yang menjadi pantangan mendaki Gunung Agung.
Namun, sebelum melakukan pendakian, dia selalu memohon izin dan berdoa, menyampaikan bahwa dirinya akan mendaki bersama kliennya. Tegteg pun ingat pernah membantu pendaki yang tersesat.
“Semoga ditunjukkan jalan terbaik. Lalu menjelang turun, menyampaikan puja dan puji atas anugerah dan kenikmatan yang di anugerahkan. Memohon senantiasa ditunjukkan jalan terbaik ketika turun,” katanya.
Saat ini, Tegteg tinggal di Desa Selat, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem.
Biasanya, ketika memandu para wisatawan asing, dia akan menjelaskan dengan detail tentang rute-rute yang akan dilalui.
“Saya juga harus memperhatikan langkah tamu dan napas tamu,” terangnya.
Tegteg merasa bahagia jika para pendaki yang dipandunya merasa puas. Saat menjadi guide, dia selalu berpegang pada prinsip pelayanan.