
Wayan Koster Nomor 9 Tahun 2025.
Surat edaran ini tentang Gerakan Bali Bersih Sampah, yang melarang penggunaan plastik sekali pakai.
Kebijakan tersebut dinilai menghambat aktivitas mereka untuk berjualan.
Sindy, pedagang rempah, saat ditemui di tempatnya berjualan di Pasar Badung, mengatakan bingung dalam menyikapi kebijakan Gubernur Koster yang melarang para pedagang untuk menggunakan kantong kresek.
“Kalau tidak diplastiki, pakai apa untuk bungkus barang-barang dagangan saya. Apalagi saya jualan rempah-rempah seperti merica, cengkeh yang bentuknya serbuk,” ujar Sindy.
Tapi, dia mengaku pesimistis dengan peraturan pelarangan plastik sekali pakai itu bisa ditegakkan.
“Dulu juga kan pernah dilarang menggunakan kresek dan diganti dengan kantong plastik lain yang harganya lebih mahal,” kata dia.
Awalnya, ada yang menjualnya kepada para pedagang. Tapi, lama-lama mereka tidak datang lagi, dan akhirnya pedagang kembali lagi menggunakan plastik kresek.
“Artinya, plastik sekali pakai itu masih sangat dibutuhkan para pedagang seperti kami,” ucapnya.
Keluhan yang sama disampaikan Ibu Murci, pedagang bumbu dapur, cabe, dan bawang.
Dia mengatakan kesulitan untuk berjualan kalau tidak ada wadah plastik sekali pakai ini.
“Kalau tidak ada plastik bagaimana bisa jualan? apalagi kalau pembelinya mau beli yang seperempat kilo saja. Bisa-bisa kita dikira pelit dan mereka tidak jadi membelinya. Kalau seperti itu kita kan rugi jadinya,” tuturnya.
Pelarangan penggunaan plastik sekali pakai seperti kresek ini juga dikeluhkan para pedagang ayam potong dan daging yang ada di Pasar Badung ini.
Rian, pedagang ayam potong, mengatakan tidak bisa berjualan kalau tidak menggunakan kantong kresek.
“Para pembeli jelas tidak mau membelinya kalau tidak menggunakan kresek. Kami sih senang-senang saja kalau pembelinya mau tidak pakai kresek. Tapi, pembelinya kan tidak ada yang mau. Malah mereka sering minta di-double kreseknya agar tidak basah,” ungkapnya.