
Mereka yang memiliki usaha rumah makan, coffee shop dan bakery, spa, maupun yang bekerja di sektor yang mengandalkan jaringan internet, sangat berimbas atas gangguan ini.
Pengemudi ojek daring, Rengga Abadi, merasakan kerugian yang luar biasa atas kejadian ini. Biasanya dalam sehari dia bisa memperoleh penghasilan hingga Rp 300 ribu.
Namun saat blackout terjadi, pendapatannya drop, hanya Rp 40 ribu.
Sehari-harinya Rengga mengambil orderan di sekitar Kuta, Bali.
Di mana sebagian besar costumernya adalah wisatawan asing yang akan menuju ke bar atau sebaliknya, yang kembali ke penginapan usai party.
“Saya sudah keluar dari jam 15.00 WITA, ke area Seminyak dan Kuta. Eh, jam 16.00 WITA listrik mati. Akses internet mulai terbatas. Makin lama makin sulit dapat jaringan. Tidak hanya saya, banyak sekali yang terdampak,” tutur Rengga, Sabtu (3/5/2025).
Rengga menceritakan, menjelang pukul 18.00 WITA, akses semakin terbatas.
Macet terjadi di mana-mana sebab lampu lalu lintas tidak berfungsi.
Ketika mulai gelap dan kondisi semakin chaos, Rengga memutuskan kembali pulang dan tidak menarik orderan.
“Kasihan saya lihat spa-spa kecil pada sulit ambil tamu. Jangankan saya yang ojol, tetangga kos saya yang punya bayi, terpaksa harus mencari hotel karena lampu nggak nyala-nyala dan bayinya nangis,” tambah Rengga sembari berharap kejadian seperti ini tidak terulangi lagi.
Hal serupa juga disampaikan Ni Ketut Budiasih (36), yang suaminya juga bekerja sebagai ojek daring.
Dia menuturkan, akibat blackout, pekerjaan suaminya jadi terganggu karena terkendala jaringan internet.
“Di samping itu, untuk restoran yang menggunakan listrik jadi sulit untuk proses orderan. Suami saya saja akhirnya milih untuk pulang,” kata Budiasih.
Menurutnya, Ibu Rumah Tangga juga sangat terdampak.