industri perhotelan di Pulau Dewata.
Di antara sejumlah titik pusat wisata di Bali, kawasan yang paling terdampak adalah Nusa Dua di Kabupaten Badung.
Penurunan okupansi disebut sebesar 10 hingga 12 persen karena Nusa Dua sangat tergantung pada kegiatan meeting, incentive, convention, and exhibition (MICE).
Kegiatan pertemuan yang digelar oleh pemerintah biasanya berpusat di kawasan itu.
Minimnya MICE berarti rendah juga tingkat hunian.
Angga (36), pemilik usaha tour and travel yang pernah menangani MICE di Nusa Dua, mengakui bahwa memang terjadi penurunan.
Dia sangat merasakan dampak dari sepinya event dari pemerintah.
“Selama ini memang yang ramai di Nusa Dua, terutama event-event besar dari Kementerian. Jika swasta, biasanya di area Kuta dan sekitarnya,” katanya, Rabu (28/5/2025).
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Prof Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati mengungkap ada empat penyebab okupansi hotel menurun.
Pertama, banyak wisatawan menjadikan Bali sebagai hub.
Namun, tujuan wisata mereka adalah Gili Lombok, Labuhan Bajo, dan destinasi beyond Bali lainnya.
Kedua, beberapa bulan terakhir, sejak Pelabuhan Benoa diperbaiki, banyak kapal pesiar yang mampir di Bali.
Kedatangan wisatawan tersebut memang tercatat.
Hanya saja, mereka tetap menginap di kapal, sehingga tidak menyumbangkan tingkat hunian hotel.
“Ketiga, adanya vila-vila liar yang tumbuh di Bali. Lalu keempat, adanya kebijakan pemerintah pusat tentang efisiensi anggaran,” ucap dia, Selasa (27/5/2025).