
Koordinator tim Pembatasan Penggunaan Plastik Sekali Pakai (PSP) dan Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber (PSBS), Dr Luh Riniti Rahayu, mengungkapkan bahwa kendala terbesar dalam penanganan sampah terjadi di pasar tradisional.
“Pedagang maupun pembeli masih menggunakan tas kresek untuk membungkus maupun membawa barang belanjaan,” ujarnya dalam sebuah rapat di Denpasar pada Selasa (10/6/2025).
Dalam rapat tersebut, Riniti memaparkan tentang implementasi Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 97 Tahun 2018 yang mengatur Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.
Dari total 716 desa/kelurahan di Bali, hanya 290 desa yang memiliki Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R).
Sementara itu, 426 desa/kelurahan lainnya belum dilengkapi dengan TPS3R.
Dari 290 TPS3R yang ada, sekitar 90 persen masih menghadapi masalah, terutama dalam hal kapasitas, tata kelola, sumber daya manusia, dan anggaran.
Menanggapi kondisi ini, Gubernur Bali, I Wayan Koster, menyatakan bahwa meskipun pergub ini cukup berhasil diimplementasikan di pasar modern, mall, hotel, dan rumah makan, namun masih gagal di pasar tradisional.
“Di pasar tradisional saya lihat menurun komitmennya. Makin banyak yang pakai tas kresek,” ungkap Koster.
Koster menekankan perlunya pengawasan yang lebih intensif dan kerja keras dalam pembatasan penggunaan plastik sekali pakai. Tidak ada kompromi lagi.
Tim PSP PSBS yang terdiri dari 11 orang kelompok kerja dan 12 sektor, dikomandani oleh 10 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov Bali.
Mereka diminta untuk menyusun peta jalan atau masterplan pelaksanaan program kerja dan melaporkan perkembangan setiap bulan.