Berbagai tantangan, mulai dari cat calling hingga stigma dianggap aneh, sering kali menghampiri.
Namun, pesepeda Trilara Prasetya Rina (55) ingin membuktikan bahwa perempuan mampu melewati semua ketidaknyamanan tersebut, terlepas dari latar belakang mereka sebagai ibu rumah tangga, pegawai swasta, pegawai negeri, maupun pensiunan.
“Bali menginspirasi saya untuk sepedaan sendiri. Mungkin karena daerah wisata, tidak aneh melihat perempuan bersepeda sendiri,” ungkap Lara.
Semangatnya semakin menggebu untuk melakukan solo cycling jarak jauh.
Dimulai dari mengelilingi Pulau Bali, ia juga telah melakukan perjalanan Bali-Jakarta, serta menempuh jarak 2.000 km di Kalimantan dan 500 km di Sulawesi.
Lara pernah bersepeda secara intens selama 15 jam dalam satu hari untuk mengelilingi Pulau Bali, hanya mengambil istirahat sejenak untuk minum dan makan.
“Daya tahan terhadap lelah dan panas diuji,” ujarnya, yang juga menjabat sebagai Ketua Women Cycling Community (WCC) Bali.
Menurut Lara, baik fisik maupun mental harus selalu dilatih.
Ia menekankan pentingnya latihan berkelanjutan agar keduanya dapat terbentuk dengan baik. “Otot dan pikiran perlu terus dilatih,” tegasnya.
Sejak menekuni dunia bersepeda pada tahun 2017, semakin banyak perempuan dari berbagai latar belakang yang mengikuti jejaknya.
Lara percaya bahwa perempuan perlu saling mendukung untuk mengangkat keberanian mereka.
Ia selalu meyakinkan teman-temannya, terutama perempuan, bahwa bersepeda tidak harus dilakukan dengan cepat atau menggunakan peralatan mahal. “Ada yang lambat,” ujarnya.
Hal terpenting, menurut Lara, adalah memulai olahraga dengan rasa suka. “Apabila tidak, maka berolahraga akan terasa seperti beban,” katanya.
Lebih jauh, Lara menekankan bahwa perempuan berhak mendapatkan dan menggunakan waktunya untuk menjaga kebugaran tubuh dan kesehatan mental.