
pohon pisang oleh warga.
Warga tersebut mengeklaim tanah yang menjadi lokasi bangunan sekolah merupakan tanah warisan leluhur mereka. Lantas, tiga pohon pisang kemudian ditanam di halaman sekolah.
Tak hanya itu, ahli waris juga memasang spanduk besar bertuliskan “Tanah Hak Milik Panurai. KohirR/F/Pipil No 39”, tepat di gerbang sekolah.
Aksi penanaman pohon terjadi pada Kamis (8/5/2025) kemarin. Hingga Jumat (9/5/2025) pagi, tanaman tersebut masih ada, hingga akhirnya sejumlah petugas Satpol PP Kabupaten Buleleng turun tangan membereskannya.
Ketua Komite SD Negeri 2 Sambangan, Gede Eka Saputra, menyatakan aksi warga tersebut mengganggu aktivitas belajar mengajar.
“Ada tiga pohon yang ditanam. Mengganggu pasti, mengganggu proses belajar mengajar,” ujar dia di Buleleng.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng, Putu Ariadi Pribadi menuturkan, tanah sekolah itu sejatinya sudah dalam proses pensertifikatan.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) bahkan telah melakukan pengukuran dan sidang lapangan. Sertifikat tanah pun sudah dalam proses penerbitan.
Namun, hingga kini penerbitan sertifikat masih ditangguhkan karena adanya gugatan dari pihak warga yang mengeklaim kepemilikan.
Sebelum insiden penanaman pohon tersebut, pihaknya telah memfasilitasi mediasi antara BPN, Bagian Hukum Pemkab Buleleng, pihak sekolah, dan warga yang mengaku sebagai ahli waris.
“Sudah sempat dimediasi 19 April 2025 lalu. Kami akan mengundang ahli waris untuk menyampaikan opsi penyelesaian dari kami,” kata dia.
Salah satu opsi tersebut adalah pembayaran ganti rugi. Namun, Ariadi menegaskan, Pemkab Buleleng tidak dapat melakukan pembayaran ganti rugi tanpa keputusan pengadilan.
“Kalau ahli waris meminta ganti rugi, harus ada dasar untuk membayar ganti rugi. Jika kami membayar ganti rugi, harus ada dasar hukum dalam hal ini putusan pengadilan atau bukti sertifikat,” ujar dia.