
Hal itu berdasarkan survei yang dilakukan oleh Badan Pimpinan Daerah (BPD) Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta terhadap anggotanya.
Lalu bagaimana dengan industri perhotel dan restoran di Bali?
Owner dan CEO Toya Devasya Hot Spring, Putu Ayu Astiti Saraswati, kepada Kompas.com mengatakan bahwa dia tidak melakukan PHK.
Diketahui, Ayu Astiti Saraswati juga memiliki restoran dan sejumlah penginapan, khususnya vila. Usahanya tersebar di beberapa tempat, tidak hanya di Kintamani, Bangli, tetapi juga di Ubud, Kabupaten Gianyar.
“Kami tidak ada yang melakukan PHK. Tapi cukup banyak yang resign,” kata dia, Senin (26/5/2025).
Menurut Ayu, pegawainya resign karena kini semakin banyak orang Bali yang memilih bekerja di luar negeri.
Selain bekerja di bidang pariwisata, pekerja Bali banyak yang merantau ke kapal pesiar.
Sementara itu, pemilik hotel dan restoran di Kota Denpasar, Bagus, juga mengaku tidak melakukan PHK. Dia justru terus merekrut dan membuka lowongan untuk hotelnya.
“Saya tidak ada PHK. Rata-rata mereka berhenti karena berbagai faktor. Saya tetap buka lowongan, tapi tidak mudah cari karyawan,” ujar Bagus.
Menurut Bagus, karakter bisnis perhotelan di Bali dan di Jakarta pasti berbeda. Target pasarnya juga tidak sama.
“Karena power ekonomi yang berputar dari domestik sampai lokal ya kalau daerah saya,” imbuhnya.
Usahanya di Denpasar masih berjalan karena perputaran ekonomi adalah dari lokal.
Sementara untuk tempat wisata utama seperti Kabupaten Badung, meskipun sempat disebut okupansi menurun, kedatangan wisatawan mancanegara masih ramai. Restorannya pun masih ramai.
“Nah, kadang saya sulitnya di Denpasar adalah karyawan berharap gajinya sama seperti area wisata di Badung,” ungkap dia.